Kamis, 10 Maret 2011

Penumuman

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Disampaikan kepada seluruh anngota Guru DPK dimanapun berada:
Untuk meningkatkan profesionalisme Bapak/Ibu.Sdr. aka diadakan pelatihan pembuatan KTI/PTK
Acara diadakan pada: Bulan Juni 2011 (Tgl &jadwal menyusul). Bagi yang merminat dapat mengubungi ke petugas kepegawaian  Dinas (Ibu Wiwik) . Rencana dua hari dengan biaya Rp 75.000,00. Gelombang 1 menerima: 120 peserta (mengingat tempat dan efektifitas). Pembayaran dan mengisian formulir di petugas Dinas.
Demikian pengumuman ini, dapat info lengkapnya menyusul. Salam Semangat Guru DPK.
Salam.

Jumat, 05 November 2010

Pengumuman

Mohon Informasi
Yth, Bapak/Ibu guru DPK, disampaikan:
1. Iuran paguyuban bulan November menjadi Rp 5000,00
2. Apabila Bapak/ Ibu anggota atau denga warga kita yang obname atau lainnya harap segera menhubugi perwilkan wilayah atau menghubungi ke (031) 71304496 an. Mahmudiono (Ketua Guru DPK)
3. Hal-hal lain dapat menghubungi langsung ke no tersebut.
Terima kasih kerja sama Bapak/ Ibu. Semoga semakin sejahtera dan kualitas mengajarnya menigkat, Amin.

                                                                                                   Pengurus DPK

Kamis, 07 Oktober 2010

Halal Bi Halal


Halal Bi Halal Guru DPK
        Gresik, 04 Oktober 2010 Paguyuban Guru DPK Gresik mengadakan kegiatan Halal Bi Halal. Kegiatan ini merupakan termasuk program Paguyuban Guru DPK yang diadakan setiap tahun. Kegiatan ini menjadi ajang bertemu dengan teman-teman yang lama tidak bertemu karena ditugaskan di tempat yang berbeda. Disamping itu kegiatan ini juga menjadi tukar informasi antar teman. Yang lebih menjadikan bersemangat adalah bahwa kegiatan ini bersamaan dengan mengambil gaji bulanan. Kegiatan ini  disambut meria anggota, karena yang hadir diluar dugaan. Kapasaitas tempat duduk yang disediakan sejumlah 250 set, masih kurang begitu juga dengan konsumsi.
        Kegiatan ini berlangsung lancar. Kegiatan ini dimulai pukuk 08.30 yang diisi oleh sambutan-sambutan antara lain ketua paguyuban Bapak Mahmudiono dan cerama agama oleh  Bapak KH Zakariyah Al Anshori. Karena kesibukan dari kepala dinas pendidikan Bapak Chusaini Mustas mengisi di penghuung acara. Beliau memberikan pemantapa dan pembinaan. Dalam pembinaan Belau mengharapkan guru DPK harus senantiasa meningkatkan kualitas diri dengan menguasai materi dan keterampilan pedagogic serta jangan sampai tidak mengenal dan tidak dapat menggunakan teknologi. Dan diakhir acara anggota bersalaman dengan Bapak Kepala Dinas beserta pengurus DPK.
        Setelah selesai kegiatan diisi dengan koordinasi pengurus serta perwakilan wilayah. Pertemuan kecil itu membahas tugas dan penentua program kerja yang harus disepakati. Dalam musyawarah tersebut dihasilkan adanya program kegiatan yang meliputi bidang sosial, peningkatan mutu dan kedinasan. Serta masing-masing koordinator  diberikan wewenang penuh untuk menjalankannya.
       
 Dion72

Artikel Peranan Guru DPK


                                                     Peran Guru DPK di Sekolah Swasta          
Oleh: Mahmudiono

Pendahuluan
         Guru yang baik bukanlah hanya orang yang mampu menyampaikan pelajaran apa saja atau transfer knowledge, tapi juga orang yang mampu melakukan transfer of skill and transfer of value (Darmaningtyas, 2004). Menurut Earl V Pullias dan James D Young, menyebut guru adalah sebagai sosok makhluk serba bisa dan sekaligus memiliki kewibawaan yang tinggi di hadapan murid maupun di masyarakat. Menurut PR Sarkar (1981), guru harus memiliki kualitas, misalnya karakter yang kuat, keadilan, semangat berkorban untuk kepentingan sosial, tidak mementingkan diri sendiri, berkepribadian dan berkepemimpinan.
         UU 14 Th 2005 tentang Guru dan Dosen, mendefinisikan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam Pasal 2, ayat (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usiadini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 4, Kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6, Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Masih banyak lagi tafsir tentang guru yang dapat ditulis. Namun tiga definisi di atas yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, setidaknya dapat mewakili definisi tentang guru, dan definisi terakhir bahkan diambil dari Undang-Undang. Nah, sekarang persoalannya, apakah definisi itu benar sudah berjalan sesuai konsepnya, atau definisinya yang benar tapi keliru dalam pelaksanaannya, atau sebaliknya?.
Beberapa pandangan “kritis” tentang guru juga tak kalah banyaknya, seperti yang dilansir Y.B. Mangunwijaya, “guru hanya sekedar sebagai tukang pemberi komando, tutor, atau penatar. Tidak jarang guru juga menjalankan peran sebagai hakim yang kejam terhadap murid-muridnya”. Atau menurut Darmaningtyas misalnya, dalam bukunya “Pendidikan yang Memiskinkan” ditulis bahwa saat ini sedang terjadi perubahan sosok guru. Guru sebagai makhluk serba bisa dan berwibawa di hadapan murid dan masyarakat (Earl V Pullias dan James D Young), saat ini lebih sebagai sosok mimikri yang harus pandai-pandai menyesuaikan diri dimana dan dalam siatuasi apa mereka berada. Meskipun dalam tulisan selanjutnya disebutkan bahwa penyebabnya tak lain dari situasi ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya yang sangat dominan.


Cerita Suka dan Duka Guru DPK

            Menjadi guru adalah sebuah cita-cita mulia. Cita-cita mulia ini dilalui perjalanan sangat panjang dan berliku. Tentunya alasan dan kapan tepatnya menjadi guru antara satu orang dengan orang lain berbeda. Menjadi guru swasta mungkin agak mudah dibanding bila menjadi guru yang berstatus negeri. Perkembangan pendidikanlah yang menjadikan persaingan tenaga pendidik di berbagai sekolah. Sekolah swasta saja sekarang tidak mudah seseorang yang lulus dari perguruan atau universitas ingin mengandikan diri maupun sekedar mencari pengalaman mengajar. Apalagi di sekolah negeri. Alhamdulillah dan ungkapan syukur mungkin kata yang paling tepat untuk semua yang sudah menjadi guru dan menerima berbagai tunjangan kesejahteraan. Meskipun demikian kesejahteraan atau imbalan karena dedikasi dan pengabdian mulia itu masi belum mencukupi bagi sebagian guru.
            Sudah menjadi kodrat dan manusiawi, bila manusia selalu kurang dan tidak perna puas atas semua rizki yang diterimanya. Kurang, kurang dan kurang. Sebesar apapun gaji yang diterima ternyata tidak membuat orang khususnya guru menjadi bersyukur dan berjanji meningkatkan kualitas diri dalam mengajar.  Banyak guru yang masih mengelu dengan berbagai alasan. Ternayat sifat kurang dan masih ingin lebih ini tidak hanya dialami oleh guru swasta baik berstatus guru biasa (GT), Guru Tetap (GT) maupun guru DPK dan Guru Negeri di Sekolah Negeri.
Guru DPK merupakan guru yang diangkat oleh instansi atau departemen tertentu untuk di tempat tugaskan di instansi atau departemen lain. Seperti Guru DPK dari Departemen Agama ditempat tugaskan di sekolah yang di bawah naungan Departmen Pendidikan. 
Guru DPK yang bersetatus negeri  mendapat tangguapan atau sambutan yang bermacam-macam.  Banyak masalah yang dialami oleh guru DPK baik dari pelayanan sarana, kesamaan kesejahteraan sampai pada pembatasan dalam bergaul dan urusan kepangkatan.
            Perbedaan kesejakteraan antara sekolah dengan sekolah lain membuat guru DPK agak terusik batinnya. Komunikasi antar guru tidak hanya menghsilkan tukar ilmu dan pengalaman dalam mengajar agar lebih baik, tetapi juga membuat kinerja menjadi menurun karena perbedaan kesejahteraan. Beruntung sekali bila guru diperbantukan di sekolah yang bonafit. Kelabihan jam mengajarnya dibayar, transport, dan banyak tunjangan lainnya. Guru seperti ini boleh jadi menjadi gemuk dan sejahtera. Beda dengan guru yang ditugaskan di sekolah swasta yang jumlah muridnya sangat sedikit dan serba kekurangan. Guru di sini terasa kurus dan menurun kinerja mengajarnya bila tidak didasarkan pada keihklasan. Dan yang lebih parah lagi guru DPK yang dianggap serba ada dan berlebih. Bukan diberi tambahan kesejahteraan melainkan diminta iuran dan sumbangan-sumbangan. Kalau demikian bagaimana kinerja guru DPK? Jawabannya pasti kita tahu. Bagaimana bekerja dengan baik bila kesejakteraan sangat rendah dan pas-pasan.
            Apapun alasannya dan berapapun imbalan yang diterima, tidak alasan guru DPK menurunkan kualitas kerjanya. Justru sebaliknya dengan peningkatan kualitas mengajar dan membekali diri dengan berbagai keterampilan dan ilmu serta memberikan warna setiap kegiatan dan program sekolah maka tidak mustahil  tambahan kesejahteraan akan diperoleh. Guru DPK harus dapat diperhitungkan dan dihandalkan di sekolah tempat bertugas. Memang tidak dapat dihindarkan bahwa keberadaan guru DPK di sekolah swasta membawa dapak secara individu maupun sosial. Guru DPK yang kreatif penuh kreasi dan inovasi akan menimbulkan gesekan individu. Ada yang merasa tersaingi dan khawatir tergantikan dan ada yang merasa senang dengan kehadirannya. Apapun kendalah yang dihadapi Guru DPK harus maju  dan justru menunjukkan kalau dirinya bisa lebih baik.
Dari masalah tersebut seharusnya tidak terjadi pada guru DPK. Guru DPK harus berperan dalam perjalanan dan perkembangan prestasi di sekolah tempat ditugaskan.
Secara garis besar, guru DPK berperan:
1.      Sebagai cotoh untuk diri sendiri dan guru lain dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai guru.
2.      Sebagai Penggerak dan promotor dalam setiap kegiatan di sekolah.
3.      Sebagai inspirator dalam mengembangkan kualitas mengajar.
4.      Membantu kepala sekolah dan sekolah dalam membawa nama baik sekolah.
5.      Membantu kepala sekolah atau sekolah dalam peningkatan mutu dan prestasi sekolah.

Identifikasi masalah yang ditemui guru DPK antara lain:
  1. Dianggap kurang berkualitas
  2. Dianggap kurang PD
  3. Kurang informasi dalam hal pendidikan
  4. Sulit menguru kenaikan tingkat

Manfaat Paguyuban Guru DPK
        Paguyuban ini sebagai wadah kegiatan Guru DPK yang menyebar di berbagai tingkat pendidikan baik, TK, MI, SD, SMP, SMA/MAN dan SMK swasta di  lingkungan Departemen Pendidikan Kabupaten Gresik.  Paguyuban ini secara struktural di bawah dinas pendidikan Kab. Gresik dalam pembinaan Kepala Kepegawaian.
        Adapaun manfaat yang diharapkan dari paguyuban ini adalah:
1.      Sebagai wadah guru DPK untuk membagi informasi tentang pembelajaran.
2.      Sebagai wadah informasi tentang kedinasan.
3.      Sebagai wadah berkumpul dan bertemu untuk mempererat silaturrahmi.
4.      Sebagai wadah meningkatkan kompetensi diri.

Minggu, 12 September 2010

Minal Aidin Wal Faizin

MINAL AIDIN WAL FAIZIN
oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab
dari buku Lentera Hati
“Minal ‘aidin wal faizin,” demikian harapan dan doa yang kita ucapkan kepada sanak keluarga dan handai tolan pada Idul Fitri. Apakah yang dimaksud dengan ucapan ini? Sayang, kita tidak dapat merujuk kepada Al-Quran untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kata ‘aidin, karena bentuk kata tersebut tidak bisa kita temukan di sana. Namun dari segi bahasa, minal ‘aidin berarti “(semoga kita) termasuk orang-orang yang kembali.” Kembali di sini adalah kembali kepada fitrah, yakni “asal kejadian”, atau “kesucian”, atau “agama yang benar”.

Setelah mengasah dan mengasuh jiwa – yaitu berpuasa – selama satu bulan, diharapkan setiap Muslim dapat kembali ke asal kejadiannya dn menemukan “jati dirinya”, yaitu kembali suci sebagai mana ketika ia baru dilahirkan serta kembali mengamalkan ajaran agama yang benar. Ini semua menuntut keserasian hubungan, karena – menurut Rasulullah – al-aidin al-mu’amalah, yakni keserasian dengan sesama manusia, lingkungan, dan alam.
Sementara itu, al-faizin diambil dari kata fawz yang berarti “keberuntungan”. Apakah “keberuntungan” yang kita harapkan itu? Di sini kita dapat merujuk pada Al-Quran, karena 29 kali kata tersebut, dalam berbagai bentuknya, terulang. Menarik juga untuk diketengahkan bahwa Al-Quran hanya sekali menggunakan bentuk afuzu (saya beruntung). Itupun menggambarkan ucapan orang-orang munafik yang memahami “keberuntungan” sebagai keberuntungan yang bersifat material (baca QS 4:73)
Bila kita telusuri Al-Quran yang berhubungan dengan konteks dan makna ayat-ayat yang menggunakan kata fawz, ditemukan bahwa seluruhnya (kecuali QS 4:73) mengandung makna “pengampunan dan keridhaan Tuhan serta kebahagiaan surgawi.” Kalau demikian halnya, wal faizin harus dipahami dalam arti harapan dan doa, yaitu semoga kita termasuk orang-orang yang memperoleh ampunan dan ridha Allah SWT sehingga kita semua mendapatkan kenikmatan surga-Nya.
Salah satu syarat untuk memperoleh anugerah tersebut ditegaskan oleh Al-Quran dalam surah An-Nur ayat 22, yang menurut sejarah turunnya berkaitan dengan kasus Abubakar r.a. dengan salah seorang yang ikut ambil bagian dalam menyebarkan gosip terhadap putrinya sekaligus istri Nabi, Aisyah. Begitu marahnya Abubakar sehingga ia bersumpah untuk tidak memaafkan dan tidak memberi bantuan apapun kepadanya.
Tuhan memberi petunjuk dalam ayat tersebut: Hendaklah mereka meaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 24:22).
Marilah kita saling berlapang dada, mengulurkan tangan dan saling mengucapkan minal ‘aidin wal faizin. semoga kita dapat kembali mendapatkan jati diri kita semoga kita bersama memperoleh ampunan, ridha, dan kenikmatan surgawi. Amin.[]

Mahmud72 Mohon Maaf Sebesar-besarnya

SILATURRAHIM

SILATURAHIM
SILATURAHIM
Menyambung Tali yang Putus
oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab
dari buku Lentera Hati
Setiap kali menjelang Idul Fitri, arus mudik demikian besar. Banyak penduduk kota yang kembali ke kampung halaman, bersilaturahim sambil berlibur, bernostalgia, bahkan mungkin juga – sebagaimana disinyalir oleh beberapa pengamat – memamerkan sukses yang telah diraih di kota.ide mudik sendiri, selama dikaitkan dengan silaturahim, merupakan ajaran yang dianjurkan oleh agama.hal ini dapat dilihat dari akar kata dan pengertian silaturahim.
Silaturahim adalah kata majemuk yang terambil dari kata shilat dan rahim. Kata shilat berakar dari kata yang berarti “menyambung”, dan “menghimpun”. Ini berarti bahwa hanya yang putus dan yang berseraklah yang dituju oleh kata shilat. Sedangkan kata rahim pada mulanya berarti “kasih sayang” kemudian berkembang sehingga berarti pula “peranakan” (kandungan), karena anak yang dikandung selalu mendapatkan curahan kasih sayang.
Tidak jaranghubungan dantara mereka yang berada di kota dan di kampung sedemikian renggang – bahkan terputus – akibat berbagai faktor. Dan dengan mudik yang bermotifkan silaturahim ini akan terjalin lagi hubungan tersebut; akan tersambung kembali yang selama ini putus serta terhimpun apa yang tersentak. Yang demikian inilah yang dinamakan hakikat silaturahim. Nabi saw. Bersabda: “Tidak bersilaturahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi (yang dinamakan bersilaturahim adalah) yang menyambung apa yang putus” (Hadis Riwayat Bukhari).
Itulah puncak silaturahim, yang dapat diwujudkan oleh mereka yang mudik dan juga oleh mereka yang tetap tinggal di kota bila ia berusaha mengingat-ingat siapa yang hatinya pernah terluka oleh ulahnya atau yang selama ini jarang dikunjungi akibat kesibukannya. Mudik dan kunjungan seperti inilah yang dinamakan dengan menyambung kembali yang putus, menghangatkan, dan bahkan mencairkan yang beku.
Sungguh baik jika ketika mudik, atau berkunjung, kita membawa sesuatu – walaupun kecil – karena itulah salah satu bukti yang paling konkret dari rahmat dan kasih sayang. Dari sinilah kata shilat diartikan pula sebagai “pemberian”. Dan tidak ada salah seorang yang mudik menampakkan sukses yang diraih selama ini asalkan tidak mengandung unsur pamer, berbangga-bangga, dan pemborosan. Lebih-lebih jika yang demikian itu akan mengantar kepada kecemburuan sosial. Menampakkan sukses dapat merupakan salah satu cara mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana sabda Rasul saw.: “Allah senang melihat hasil nikmatnya (ditampakkan) oleh hamba-Nya.”
Adapun nikmat Tuhanmu maka ucapkan (sampaikanlah) (QS 93:11). Sebagian mufasir memahami ayat ini sebagai perintah untuk menyampaikan kepada orang lain dalam bentuk ucapan atau sikap betapa besar nikmat Allah yang telah diraihnya. Mudik berlebaran adalah hari gembira yang berganda: gembira karena lebaran dan gembira karena pertemuan. Di sini setiap yang mudik hendaknya merenungkan pesan Ilahi: Jangan bergembira meampaui batas terhadap apa yang dianugerahkan (Tuhan) kepadamu, (kegembiraan yang mengantar kepada keangkuhan dan lupa diri). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangakan diri (QS 57:23).
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari silaturahim yang telah kita lakukan.[]
—–
Mahmud72 Mengucapkan Mohon Maaf Lahir Batin

Makna Halal Bi Halal

MAKNA HALAL BI HALAL
Oleh Prof. Dr. Quraish Shihab
Buku Lentera Hati
Halal bihalal, dua kata berangkai yang sering diucapkan dalam suasana Idul Fitri, adalah satu dari istilah-istilah “keagamaan” yang hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia. Istilah tersebut seringkali menimbulkan tanda tanya tentang maknanya, bahkan kebenaranya dalam segi bahasa, walaupun semua pihak menyadari tujuannya adalah menciptakan keharmonisan antara sesama.
Hemat saya paling tidak ada dua makna yang dapat dikemukakan menyangkut pengertian istilah tersebut, yang ditinjau dari dua pandangan. Yaitu, pertama, bertitik tolak dari pandangan hukum Islam dan kedua berpijak pada arti kebahasaan.
Menurut pandangan pertama – dari segi hukum – kata halal biasanya dihadapkan dengan kata haram. Haram adalah sesuatu yang terlarang sehingga pelanggarannya berakibat dosa dan mengundang siksa, demikian kata para pakar hukum. Sementara halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dan tidak mengundang dosa. Jika demikian halal bihalal adalah menjadikan sikap kita terhadap pihak lain yang tadinya haram dan berakibat dosa, menjadi halal dengan jalan mohon maaf.
Pengertian seperti yang dikemukakan di atas pada hakikatnya belum menunjang tujuan keharmonisan hubungan, karena dalam bagian halal terdapat sesuatu yang makruh atau yang tidak disenangi dan sebaiknya tidak dikerjakan. Pemutusan hubungan (suami-istri, misalnya) merupakan sesuatu yang halal tapi paling dibenci Tuhan. Atas dasar itu, ada baiknya makna halal bihalal tidak dikaitkan dengan pengertian hukum.
Menurut pandangan kedua – dari segi bahasa – akar kata halal yang kemudian membentuk berbagai bentukan kata, mempunyai arti yang beraneka ragam, sesuai dengan bentuk dan rangkaian kata berikutnya. Makna-makna yang diciptakan oleh bentukan-bentukan tersebut, antara lain, berarti “menyelesaikan problem”, “meluruskan benang kusut”, “melepaskan ikatan”, dan “mencairkan yang beku”.
Jika demikian, ber-halal bihalal merupakan suatu bentuk aktifitas yang mengantarkan para pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya membeku sehingga cair kembali, melepaskan ikata yang membelenggi, serta menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghalang terjalinnya keharmonisan hubungan. Boleh jadi hubungan yang dingin, keruh, dan kusut tidak ditimbulkan oleh sifat yang haram. Ia menjadi begitu karena Anda lama tidak berkunjung kepada seseorang, atau ada sikap adil yang Anda ambil namun menyakitkan orang lain, atau timbul keretakan hubungandari kesalahpahaman akibat ucapan dan lirikan mata yang tidak disengaja. Kesemuanya ini, tidak haram menurut pandangan hukum, namun perlu diselesaikan secara baik; yang berku dihangantkan, yang kusut diluruskan, dan yang mengikat dilepaskan.
Itulah makna serta substansi halal bihalal, atau jika istilah tersebut enggan Anda gunakan, katakanlah bahwa itu merupakan hakikat Idul Fitri, sehungga semakin banyak dan seringnya Anda mengulurkan tangan dan melapangkan dada, dan semakin parah luka hati yang Anda obati dengan memaafkan, maka semakin dalam pula penghayatan dan pengamalan Anda terhadap hakikat halal bihalal. Bentuknya memang khas Indonesia, namun hakikatnya adalah hakikat ajaran Islam.[]

Mahmud72 Mengucapkan Minal Aidin WalFaizin